MLS Harusnya Panutan MbS?
Sepak bola di AS sejatinya bukanlah olahraga yang populer. Rakyat AS lebih identik dengan olahraga basket dan bisbol yang juga sudah membesarkan nama AS di mata dunia.
Namun, berkat pengelolaan yang dilakukan dengan profesional, sepak bola AS kini telah berkembang pesat dan menjadi salah satu olahraga yang semakin populer di sana.
Ini seolah menjadi bukti dengan minimnya campur tangan pemerintah dalam urusan sepak bola, iklim investasi menjadi sehat sehingga pada akhirnya berdampak pada kualitas pemain dan kompetisi itu sendiri.
Josh Gans dalam tulisannya yang berjudul Call It Soccer: The Rise of The World’s Game in The United States menjelaskan MLS sebagai liga kasta tertinggi di negara itu juga awalnya berinvestasi pada pemain bintang dari liga-liga Eropa.
Namun, hal itu dimaksudkan demi meningkatkan kualitas liga, serta berfungsi sebagai teknik pemasaran yang berguna mengubahnya menjadi kompetisi yang jauh lebih terhormat tanpa embel-embel politik di belakangnya.
Ihwal itu sangat penting untuk perkembangan dan popularitas permainan sepak bola modern dan profesional.
Selain itu, sepak bola AS juga fokus dengan perkembangan pemain. Contohnya adalah program MLS Next, yang sebelumnya dikenal sebagai United States Development Academy, sebagai liga pemuda yang bertanggung jawab atas perkembangan ini.
Para pemain muda ini didorong dan diberikan jalur yang realistis untuk pindah ke Eropa dan mencoba menjadikannya sebagai pemain sepak bola, sebuah alternatif selain berkuliah.
Lalu, akankah MbS akan menyadari hal itu? Atau justru liga sepak bola Arab Saudi hanya akan mengulangi kesalahan liga sepak bola Tiongkok? (S83)
Dalam rangka melaksanakan program edukasi masyarakat, Bank Indonesia dengan bangga menghadirkan Program “BINGO: Bank Indonesia Ngobrol dengan Komunitas”. Program ini dirancang khusus untuk berbagai kalangan, termasuk lembaga pendidikan, instansi pemerintah, perusahaan, dan komunitas yang ingin meningkatkan pemahaman mengenai tugas, peran, fungsi, dan kebijakan Bank Indonesia.
BINGO hadir dengan dua pilihan. Pertama, BINGO Kantor Pusat, dimana peserta dapat melakukan kunjungan langsung ke kantor pusat Bank Indonsesia baik secara luring maupun daring. Kedua, BINGO Goes To You, di mana Bank Indonesia akan datang ke lokasi peserta. Melalui program BINGO, Bank Indonesia berkomitmen untuk menyediakan wadah edukatif yang mudah diakses oleh masyarakat luas.
Peserta dapat melakukan kunjungan ke Kantor Pusat Bank Indonesia secara daring atau secara luring.
Selain ke kantor pusat, kunjungan juga dapat diajukan ke Kantor Perwakilan Wilayah Bank Indonesia terdekat. Untuk informasi lebih lanjut, hubungi kontak Kpw Bank Indonesia di sini.
2.BINGO Goes To You
Selain menerima kunjungan ke kantor pusat, Bank Indonesia juga melaksanakan edukasi dengan mendatangi lokasi para peserta, yaitu melalui BINGO Goes To You di Universitas dan BINGO Goes To You SMA/K sederajat di Jabodetabek.
Panduan Pengajuan Kunjungan BINGO
Pastikan untuk mengikuti langkah-langkah dengan cermat dan siapkan dokumen yang dibutuhkan.
Pendaftaran Kunjungan:
Dalam rangka menyediakan, membuka, dan memberikan Layanan Informasi Publik dengan cepat dan tepat waktu, biaya ringan dan cara sederhana sebagai wujud transparansi Bank Indonesia kepada publik, Bank Indonesia menyediakan layanan informasi publik yang dapat dikunjungi langsung ( walk-in) di Visitor Center BI.
Kunjungan Museum Bank Indonesia
Jika ingin berkunjung ke Museum BI yang menyajikan tata pamer sejarah kebijakan BI, koleksi uang dari zaman kerajaan (Numismatik) dan tahapan pembangunan serta arsitektur gedung secara interaktif dengan teknologi terkini.
Ketentuan Kunjungan ke Museum BI:
Tata Cara Pengajuan Kunjungan ke Museum BI Daring/Luring:
Jl. Pintu Besar Utara No.3 (Kawasan Wisata Kota Tua Jakarta)
Operasional : Selasa - Minggu | Pukul 08.00 - 16.00 WIB
Tanggal 19 Februari 2019, Kunjungan Ibu Laksmi (PSP), Pak Fathorrahman (perwakilan PSP), dan Pak Budi Darsono (perwakilan PSP) ke Bank Fajar Syariah. Untuk meninjau Perkembangan dan evaluasi Bank.
Perdana Menteri Australia Anthony Albanese menyampaikan komitmennya mendukung penguatan hubungan bisnis Indonesia dan Australia. Visa bisnis untuk warga Indonesia diperpanjang menjadi lima tahun.
"Untuk mendukung hubungan bisnis dan perdagangan, warga Indonesia akan mendapatkan akses ke visa bisnis yang diperpanjang dari tiga tahun menjadi lima tahun dan kami akan memprioritaskan warga Indonesia yang memegang e-pasport untuk mengakses Smart Gates. Kami juga akan mengatur agar orang Indonesia bisa mengakses visa frequent travellers," kata Albanese dalam pernyataan pers bersama dengan Presiden Joko Widodo (Jokowi) di Sydney, Selasa (4/7/2023).
"Ini menawarkan validitas visa 10 tahun yang membuat perbedaan sangat besar dalam menghilangkan hambatan birokrasi untuk hubungan dekat kita," ujar Albanese.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Albanese juga mengabarkan tentang kemudahan dalam proses pengajuan visa. Kini proses visa kunjungan Australia hanya tujuh hari.
"Kami juga membuat kemajuan nyata terkait waktu pemrosesan visa. Waktu rata-rata untuk aplikasi visa kunjungan warga Indonesia telah berkurang dari 60 hari pada Juni 2022 menjadi hanya tujuh hari pada Mei 2023. Dan waktu rata-rata pemrosesan untuk visa bisnis kini hanya tiga hari," ujar Albanese.
Selain itu, Albanese menegaskan keberhasilan Indonesia sangat penting bagi keberhasilan kawasan. Menurut dia, kemakmuran dan stabilitas Indonesia juga bakal berdampak terhadap situasi kawasan.
"Saat warga Australia merasakan tekanan dari tantangan ekonomi global, penting bagi kami untuk berinvestasi dalam hubungan perdagangan untuk menumbuhkan ekonomi kami, mendukung pekerjaan yang baik, dan memperkuat rantai pasokan kami. Dan tentu saja, tidak banyak mitra dagang yang lebih penting bagi kami selain Indonesia," ujar Albanese.
Simak juga 'Jokowi Temui Investor Australia, Bahas Kerja Sama Kendaraan Listrik':
[Gambas:Video 20detik]
Sungailiat,Bangka (ANTARA) - Bupati Bangka menerbitkan surat edaran untuk membatasi kunjungan pelajar ke warung internet (warnet) hanya antara pukul 15.00 sampai 21.00 WIB, kata Kepala Bidang Penegakan Peraturan Daerah Satuan Polisi Pamong Praja Kabupaten Bangka, Ahmad Suherman. "Surat edaran yang membatasi waktu kunjungan tersebut tentu tidak memberikan peluang bagi anak-anak sekolah ke warnet di luar jam yang sudah ditentukan," katanya di Sungailiat, Rabu, mengenai Surat Edaran Bupati Bangka No.463/4201/DP2KBP3A/2019. Pengelola dan penjaga warnet, ia mengatakan, harus mematuhi ketentuan yang tertuang dalam surat edaran tersebut dengan tidak menerima kunjungan anak sekolah di luar waktu yang ditentukan. "Saya berharap, dengan surat edaran bupati itu tidak lagi anak sekolah yang berkunjung ke warnet saat jam sekolah dan pihak pengelola juga diharapkan bersikap sama," katanya. "Dalam waktu dekat, kami akan mensosialisasikan surat edaran bupati itu kepada seluruh pemilik warnet agar dapat dipatuhi karena peran pemilik warnet sangat menentukan efektivitas surat edaran tersebut," ia menambahkan. Pemilik warnet yang terbukti tidak mematuhi surat edaran bupati, menurut dia, bisa dikenai sanksi berupa peringatan sampai penutupan izin usaha. Ia menjelaskan, surat edaran itu dikeluarkan karena aparat Satuan Polisi Pamong Praja sering mendapati pelajar berada di warnet pada jam sekolah saat melakukan razia di warnet.
KANALKALIMANTAN.COM, KUALA KAPUAS – Komandan Korem (Danrem) 102/Panju Panjung Brigjen TNI Iwan Rosandriyanto melakukan silaturahmi ke Kabupaten Kapuas bertempat di Markas Kodim 1011/Kuala Kapuas, Kamis (18/1/2024).
Kedatangan Danrem 102/Panju Panjung disambut Pj Bupati Kapuas Erlin Hardi, Pj Bupati Pulang Pisau Hj Nunu Andriani, unsur Forkopimda Kapuas dan Pulang Pisau.
Pj Bupati Kapuas menyampaikan apresiasi atas kunjungan Danrem 102 ke Kabupaten Kapuas. Dirinya juga mengharapkan ada sinergi antara Pemerintah Kabupaten Kapuas dengan Korem 102/Panju Panjung.
Baca juga: Jual Anakan Ikan 10 Pedagang Disanksi, DKKP Banjar dan Tim Lakukan Sidak
“Selamat datang kepada bapak Danrem Brigjen TNI Iwan Rosandriyanto beserta rombongan di Kabupaten Kapuas. Saya berharap dengan kedatangan bapak akan menambah kuatnya sinergisitas antara TNI, Polri, dan pemerintah daerah,” ucap Erlin Hardi.
Dia mengatakan kolaborasi nanti berkaitan dengan bagaimana sistem keamanan dan pengamanan di Kabupaten Kapuas.
Baca juga: Penyidik DJP Kalselteng Serahkan Pengusaha Pengemplang Pajak ke Kejari Palangkaraya
“Apalagi menghadapi Pemilu saat ini, bagaimana kita dapat menjadi sebuah tim yang baik untuk menanggulangi masalah-masalah yang ada di Kabupaten Kapuas,” pungkas Erlin Hardi. (Kanalkalimantan.com/ags)
Reporter: ags Editor: kk
Sorry, this entry is not available in English. Indonesian version
Badan Pusat Statistik Provinsi DKI Jakarta (BPS-Statistics DKI Jakarta Province)Jl. Salemba Tengah No. 36-38 Paseban Senen Jakarta Pusat
E-mail : [email protected]
Intervensi yang dilakukan Pangeran Mohammed bin Salman (MbS) dalam pengelolaan kompetisi sepak bola Arab Saudi membuat kedatangan para pemain bintang sepak bola Eropa ke Saudi Pro League (SPL) dengan tawaran gaji fantastis dinilai hanya mengulang kesalahan yang dilakukan Xi Jinping di Tiongkok. Benarkah demikian?
Eksodus para pemain bintang sepak bola Eropa ke Saudi Pro League (SPL) tidak lepas dari intervensi yang dilakukan Pangeran Mohammed bin Salman (MbS).
Intervensi yang dimaksud adalah gelontoran dana dari lembaga investasi milik pemerintah Arab Saudi yang dipimpin sang putra mahkota, yakni Public Invesment Fund (PIF) yang mengakusisi 80 persen saham empat klub besar SPL. Empat klub tersebut adalah Al Ittihad, Al Ahli, Al Hilal, dan Al Nassr.
Dengan gelontoran dana yang seakan tidak terbatas jumlahnya, menjadikan empat klub tersebut dapat mendatangkan para pemain yang sebelumnya berkarier di liga-liga top Eropa dengan tawaran gaji yang nilainya fantastis.
Cara yang dilakukan Arab Saudi dalam rencana pengembangan sepak bola mereka sekarang, tampak serupa dengan yang dilakukan Tiongkok pada periode 2015 hingga 2020, yang kemudian jamak dinilai sebagai contoh kesalahan dalam rencana pengembangan sepak bola.
Well, mengapacara yang dilakukan Tiongkok tersebut dinilai sebagai contoh kesalahan pengelolaan sepak bola?
Seperti yang dijelaskan dalam artikel PinterPolitik yang berjudul Soccer Dream Xi Jinping Gagal Total?, pemerintah Tiongkok saat itu menyediakan mekanisme bagi klub Chinese Super League (CSL) untuk menggelontorkan dana demi memboyong pemain-pemain liga top Eropa untuk menaikkan pamor dan kualitas sepak bola Tiongkok, yang pada akhirnya diharapkan berdampak pada pendapatan negara dan citra politik pemerintahan Xi Jinping.
Namun, ketika Pandemi Covid-19 melanda dan negara dalam kondisi krisis, hal itu membuat klub-klub CSL tersebut mengalami masalah finansial hingga menyebabkan klub tidak dapat membayar gaji dari para pemain bintang mereka. Akhirnya, para pemain itu memilih hengkang dan membuat sepak bola Tiongkok mengalami kemunduran.
Berkaca dari contoh tersebut, sifat negara nondemokratis seperti Tiongkok dan Arab Saudi yang ingin memiliki kendali di segala sektor kehidupan masyarakat dinilai sebagai sebuah kesalahan jika terkait dengan rencana pengembangan sepak bola.
Hal itu dikarenakan, mencampuradukkan rencana pengembangan sepak bola dengan politik dapat membuat dampak positif perkembangan sepak bola hanya bersifat sementara.
Beda halnya dengan apa yang dilakukan negara no–demokratis, dalam pengelolaan kompetisi sepak bola di negara-negara demokratis seperti di Eropa dan Amerika Serikat (AS), minimnya intervensi negara membuat perkembangan sepak bola menjadi lebih sustainable dan menimbulkan sebuah kompetisi olahraga yang sehat.
Lantas, dengan karakteristik yang sama sebagai negara non-demokratis, benarkah Arab Saudi akan mengulangi kesalahan dalam merencanakan pengembangan sepak bola yang dilakukan Tiongkok?
Sistem pemerintah yang non–demokratis dan cenderung otoriter sering dikatakan menjadikan olahraga sebagai alat untuk melegitimasi kekuasaannya. Tak terkecuali sepak bola.
Sepak bola acap kali dijadikan sebagai alat politik sebuah pemerintahan untuk mencapai tujuan politik mereka.
Natalie Koch dalam publikasinya yang berjudul Sport and Soft Authoritarian Nation-building menjelaskan rezim otoriter yang lunak telah lama tertarik menjadikan olahraga elite dan massal sebagai strategi alat untuk mendapatkan rasa hormat dan legitimasi di panggung global.
Karakteristik dari rezim tersebut adalah dengan tidak mengandalkan kekerasan untuk mempertahankan kekuasaannya.
Namun, mereka lebih mengedepankan dengan strategi persuasif, yang salah satunya dilakukan dengan menjadikan olahraga sebagai alat politik mereka dengan dalih sebuah investasi.
Dengan dijadikannya olahraga menjadi strategi politik rezim otoriter, membuat liga domestik negara non–demokratis yang melibatkan terlalu jauh campur tangan pemerintah menjadi tidak terlalu kompetitif dibandingkan liga domestik negara demokratis.
Ignacio Lago, Carlos Lago-Peñas, dan Santiago Lago-Peñas dalam tulisan yang berjudul Democracy and Football menjelaskan tingkat kompetitif liga domestik tim-tim di negara demokrasi yang membebaskan pengelolaan investasi sepak bola mereka ke mekanisme pasar lebih baik dibandingkan negara non–demokrasi.
Dengan begitu, iklim persaingan dalam liga diyakini akan menjadi lebih sehat dan kompetisi liga domestik akan semakin menarik.
Dalam ekonomi, hal tersebut dikenal dengan konsep laissez faire yang artinya biarkan berbuat, biarkan terjadi, dan biarkan setiap orang berbuat sekehendak hati. Frasa ini digunakan oleh fisiokrat di abad ke-18, sebagai bentuk perlawanan terhadap intervensi pemerintah dalam perdagangan.
Pandangan laissez faire menyatakan kewajiban negara bukanlah melakukan intervensi untuk menstabilkan distribusi kekayaan, melainkan bersandar pada sistem pasar. Laissez faire juga menyebut pemerintah tidak boleh memberi hak khusus dalam sebuah bisnis.
Dalam konteks Arab Saudi, campur tangan MbS dengan dalih bentuk investasi yang dilakukan pemerintah saat ini dalam sepak bola mereka menjadi salah satu contoh karakteristik rezim otoriter yang lunak.
Gelontoran dana investasi pemerintah disertai dengan campur tangannya dalam urusan sepak bola membuat klub-klub liga domestik mereka menjadi kaya raya dalam waktu cepat hingga mampu menggoda pemain-pemain liga top Eropa dengan tawaran gaji yang fantastis untuk rela merumput di liga yang tidak sekompetitif di Benua Biru.
Sang Putra Mahkota tampaknya sadar ada beberapa pemain top Eropa yang sudah tidak lagi mementingkan tingkat kompetitif sebuah liga, tapi lebih mementingkan gaji karena memasuki akhir masa kejayaan karier mereka.
Namun, kedatangan para pemain bintang yang diharapkan meningkatkan kualitas sepak bola mereka tampaknya tak bisa secara instan dirasakan dampaknya.
Liga domestik dengan campur tangan pemerintah seperti yang terjadi di Arab Saudi saat ini kiranya belum dapat menyaingi tingkat kompetitif liga yang berjalan tanpa campur tangan pemerintah seperti di Eropa atau bahkan di AS.
Liga sepak bola domestik AS, yakni Major League Soccer (MLS) juga terus dengan membebaskan iklim investasi terhadap klub.
Seharusnya, jika MbS ingin menjadikan SPL sebagai daya tarik bagi kepentingan negara, investasi yang dilakukan PIF bukan hanya terhadap empat klub saja.
Itu dikarenakan, keistimewaan khusus yang diberikan berpotensi menimbulkan kesan monopoli kompetisi.
Lalu, meskipun memiliki kesamaan dengan Tiongkok yang merupakan negara dengan karakteristik nondemokratis, mengapa Arab Saudi disebut-sebut harus mencontoh MLS di AS yang meminimalisir campur tangan pemerintah dalam sepak bola dibandingkan CSL di Tiongkok?